Senin, 13 April 2009

CARA SEDERHANA BEBAS DENGKUR

Mengorok bukan pertanda tidur nyenyak. Selain mengganggu teman tidur, si pengorok sendiri tak merasakan nikmatnya bangun tidur akibat gangguan henti napas (obstructive sleep apnea). Kini dengan operasi 10 menit bisa membereskan masalah itu.

Semasa muda dan rajin berolahraga, berat tubuh Osman 80 kg. Setelah menikah, usia bertambah, dan kegiatan olahraga berkurang, bobotnya perlahan naik hingga mencapai 102 kg. Keluhan letih, tidak segar saat bangun tidur pun mewarnai hari-harinya. Osman heran, menurut istrinya ia selalu mengorok keras setiap tidur. Meski begitu, ayah tiga anak ini tidak pernah merasakan enaknya tidur.

Karena ia juga mengidap darah tinggi, hidupnya semakin tak nyaman akibat sering pusing. Obat penurun tekanan darah dari dokter tak memberi banyak kemajuan. Ia hanya merasa sedikit enak setelah minum obat itu.

Ia kemudian dirujuk ke ahli neurologi karena dokternya menyangka ada darah membeku di otaknya. Setelah diperiksa, hasilnya nihil. Dokter di Singapura itu lantas memintanya periksa ke ahli THT (telinga, hidung, dan tenggorokan).

Di situlah akhirnya ditemukan bahwa Osman menderita OSA (obstructive sleep apnea) atau gangguan henti napas saat tidur. Gangguan ini akibat tertutupnya saluran napas oleh jaringan lunak.

Kegemukan menjadi faktor penting terjadinya OSA. Dalam pantauan dokter, selama tujuh jam tidur Osman mengalami 64 kali henti napas, dan hanya 40 persen oksigen yang mengalir ke otaknya.

Mengorok pada dasarnya adalah bunyi berisik udara yang kita hirup, keluar masuk lewat mulut dan hidung saat kita tidur. Bunyi ini muncul karena udara tidak bebas mengalir melalui keduanya. Struktur mulut dan tenggorokan (lidah, tenggorokan atas, langit-langit atas, uvula, tonsil, dan adenoid) bergetar bersamaan.

Ada beberapa hal yang menyebabkan udara yang keluar masuk lewat saluran napas ini tak lancar. Pertama, karena alergi musiman, flu misalnya, hidung tersumbat lendir. Kedua, terjadi akibat adanya pembengkakan pada tonsil atau adenoid (kelenjar yang terletak di bagian dalam kepala dekat dengan saluran napas), yang disebabkan oleh infeksi karena bakteri.

Jangan lupa bahwa kebanyakan minum alkohol juga bisa menyebabkan terjadinya ngorok. Ini karena lidah dan otot-otot pada tenggorokan terlalu rileks akibat alkohol, sehingga menghambat atau memblok proses mengalirnya udara di saluran napas dan mulut. Mengorok juga bisa muncul karena seseorang kelebihan berat badan.
Jenis mengorok lain lagi yang sangat penting diperhatikan adalah sebagai gejala adanya gangguan tidur serius yang dikenal dengan obstructive sleep apnea, seperti yang dialami Osman.

Pada tahap ini orang yang mengorok mengalami henti napas saat mengoroknya berhenti. Akibatnya, ia gelagapan dan terbangun. Padahal, keadaan henti napas bisa terjadi berkali-kali, bahkan ada yang sampai puluhan kali.

“Hal ini terjadi karena saat kadar oksigen dalam darah terlalu rendah akibat tidak lancarnya napas, otak akan memberi perintah untuk bangun agar Anda bisa bernapas dan tetap hidup,” ungkap Dr. Goh Yau Hong, FRCS, FAMS (ORL) ahli THT dari RS Mount Elizabeth, Singapura.

Akibatnya, waktu bangun di pagi hari, orang merasa capai dan saat bekerja di siang hari tidak merasa fit. Inginnya tidur melulu, dan akhirnya produktivitas menurun.

Sayang, “Kebanyakan orang tidak tahu tentang penyakit ini. Jika mereka sulit bernapas atau merasakan sesak di dada, dikira mengidap sakit jantung. Jika kepala sering pusing dianggap tanda mengidap tekanan darah tinggi,” ujarnya.


Menurut Dr. Goh, sekitar 50 persen pasien OSA yang dihadapinya adalah penderita hipertensi karena memang OSA bisa menyebabkan tekanan darah tinggi. Mereka ini rawan terkena stroke, serangan jantung, mengalami penurunan daya ingat, serta mudah mengalami perubahan suasana hati (mood).

Kondisi seperti ini akibat berkurangnya asupan oksigen. “Saat napas Anda tidak berjalan semestinya, kadar oksigen dalam darah akan berkurang. Akibatnya jantung akan bekerja keras dan tekanan darah naik. Dalam jangka lama, Anda akan kena hipertensi,” ungkap Dr. Goh.

Jadi, perhatikanlah! Bila saat bangun pagi Anda merasa capai dan tidak segar, perlu diselidiki apakah Anda mengalami sleep apnea.
Menurut Dr. Goh, ada dua cara menentukan seseorang terkena sleep apnea atau tidak. Pertama, dilakukan pemeriksaan ENT (ear, nose, throat atau telinga, hidung, tenggorokan) dengan cara melihat keadaan terowongan di tenggorokan. Seberapa jauh blokade terjadi.

Kedua, pemeriksaan di laboratorium tidur untuk melihat seberapa banyak seseorang mengalami henti napas dan seberapa rendah kadar oksigen yang bisa diasup saat tidur. Dinyatakan apnea bila keadaan henti napas lebih dari 10 detik dengan tenggang waktu kurang dari 10 detik. Sementara hipoapnea adalah keadaan berkurangnya separuh dari aliran udara.

Dr. Hermawan Suryadi, Sp.S, ahli saraf dari Klinik Neuropsikiatri dan Revitalisasi Carmel di Jakarta, menambahkan bahwa ada satuan nilai yang disebut apnea hipoapnea index atau AHI yang menggambarkan banyaknya periode apnea dan hipoapnea per jam. Nilai AHI lebih dari 10 menunjuk pada kondisi abnormal, sedangkan nilai AHI 50-80 mencerminkan OSA yang berat.

Kedua pemeriksaan ini (sleep study) yang biasanya menggunakan alat bernama polisomnografi membutuhkan waktu semalam, sehingga pasien mesti menginap di laboratorium tidur. Dengan pemeriksaan ini pula, dokter akan menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan.

Pada kasus mengorok ringan, biasanya perubahan perilaku pada pasien akan disarankan. Antara lain dengan lebih aktif berolahraga, mengurangi rokok, latihan pernapasan, dan rileksasi.

Meski ada obat-obatan yang bisa digunakan sebagai pereda dengkuran, yang terbaik adalah menyingkirkan penyebab utama. Bila mengorok akibat kegemukan, harus diambil tindakan pelangsingan tubuh. Jika terjadi karena gangguan di organ THT, yang harus dilakukan adalah memperbaiki kondisi THT-nya. Contohnya merapikan gigi, karena gigi yang tidak teratur juga bisa menyebabkan orang mengorok.
Kalau kelainan tidak ditemukan dan orang tetap mengorok, akan dilakukan pemasangan CPAP (Continuous Positive Air Pressure). Alat ini terdiri dari masker dan kompresor.

Cara kerjanya, masker ditutupkan ke hidung. Lalu ke dalam masker dialirkan udara bertekanan tetap dari kompresor, sehingga jalan napas tetap terbuka. Berkat alat ini pengorok biasanya tak akan mengorok lagi dan bangun tidur dalam keadaan segar.
Di tempat praktik Dr. Goh, penyelesaian untuk kasus ringan bisa jadi sangat sederhana. Dengan prosedur yang disebut Pillar Procedure ini hanya butuh waktu 10 menit untuk menyelesaikan masalah, yang ternyata juga bisa digunakan untuk pasien OSA.
Caranya, dokter akan memasukkan tiga polyester inserts yang sangat kecil ke dalam bagian belakang langit-langit yang lunak (soft palate) untuk memperbaiki struktur. Sekitar 70-80 persen kasus mengorok dan OSA disebabkan oleh vibrasi bagian belakang langit-langit yang lunak ini.

Pillar Procedure merupakan suatu prosedur yang sederhana dan mudah untuk memperkeras soft palate. Benar-benar merupakan cara yang sangat cepat untuk mengatasi kasus OSA dan mengorok,” sebut Dr. Goh.

Dari pengalamannya melakukan prosedur seharga 3.000 dolar Singapura ini, hasilnya sangat baik. Tidak akan terjadi gangguan pada saat berbicara maupun menelan. Dalam waktu 24 jam pasien bisa beraktivitas normal, dan gangguan mengorok maupun OSA teratasi.

“Pasien biasanya puas,” kata Dr. Goh. @ Widya Saraswati/Abdi Susanto

0 komentar:

Posting Komentar