Sabtu, 18 April 2009

Penyakit To Have

Jakarta, Tiga pekan lalu saya kehilangan laptop. Ketika itu, saya harus membeli buah-buahan titipan istri tercinta. Kebiasaan saya membeli buah-buahan di kios pinggir jalan. Selain ingin membantu para pengusaha kecil, buah-buahan yang dijual biasanya lebih segar dibandingkan yang dijual di super market.

Tidak seperti biasanya, kali ini driver saya juga ikut turun menemani saya membeli buah. Dia ingin membantu memilihkan buah yang berkualitas baik untuk saya. Memang, sebelum menjadi driver saya dia adalah penjual buah-buahan. Tak lebih dari 10 menit kami tinggal, laptop yang ada di dalam mobil raib digondol maling.

Saya tertegun. Laptop kecil, mungil yang begitu ringan dan mudah dibawa kemanapun saya pergi, kini telah tiada. Semua data, dokumen penting, materi pelatihan dan konsultasi ada di laptop itu. Ironisnya, saya belum back up semua data, dokumen, dan materi training/konsultasi yang ada di produk keluaran Jepang itu. Padahal sebagai seorang inspirator/trainer, laptop adalah perangkat utama untuk mencari nafkah. Walau berusaha tetap tenang namun sesungguhnya kesedihan saya begitu membuncah.

Ketika saya merenungi hilangnya laptop, pikiran saya melayang ke para korban Lapindo Brantas. Mata pencaharian mereka hilang. Modal, asset pribadi dan juga usaha raib. Mereka harus tinggal di tempat tempat pengungsian. Mereka harus memulai hidup baru yang lebih berat. Membangun usaha di lokasi yang baru. Kesedihan saya tentu tidak seberapa dibandingkan mereka.

Para pengusaha yang tidak beretika dan hanya mementingkan keuntungan semata sesungguhnya sama seperti para maling. Bahagia di atas penderitaan orang lain. Memperoleh manfaat dengan cara membuat sedih orang lain. Bahkan para maling dan pengusaha itu tak peduli dengan jerih payah yang telah dilakukan oleh para korbannya dalam merajut kehidupan. Orang-orang seperti ini, menurut saya menderita penyakit To Have.

Memang tidak salah dalam hidup ini kita mengejar keuntungan (profit), namun selain mengejar keuntungan (profit) para pengusaha juga memiliki tanggung jawab yang lain. Elkington (Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Bussiness, 1997) menyatakan bahwa dunia usaha memiliki tanggungjawab dalam tiga hal, profit, people dan planet.

Sayangnya, para maling dan pengusaha nakal itu hanya peduli pada profit. Mereka yang hanya peduli dengan profit dan abai dengan yang lain, mereka menderita penyakit To Have. Mereka tidak peduli dengan people (orang lain). Tak peduli pada penderitaan orang lain yang harus kehilangan nafkah, tinggal di tenda, stress, tak mampu menjalani hidup dengan sempurna, dan deretan penderitaan lainnya.

Para penderitan penyakit To Have juga tidak peduli dengan kerusakan planet tempat mereka berpijak. Mereka tak peduli dengan kerusakan fasilitas umum berupa jalan, rel kereta api, rumah-rumah yang retak akibat pergerakan tanah, ribuan hektar tanah produktif tak lagi bisa dimanfaatkan.

Orang-orang yang berpenyakit To Have hanya mementingkan keuntungan pribadi. Tak peduli dengan nasib orang lain. Mereka yang menderita penyakit To Have biasanya menjadi maling, pengusaha nakal, perusak hutan, pejabat korup, politisi licik, pemimpin yang melakukan money politik, orang yang serakah/tamak dan orang-orang yang gila jabatan. Mereka yang berpenyakit To Have telah terbukti merusak kehidupan dan juga merusak tatanan sosial. Negara ini tak akan pernah maju bila penyakit To Have masih merajalela di tengah kehidupan masyarakat.

Penyakit To Have juga bisa menyerang kita kapanpun dan dimanapun. Jadi, waspadalah...

0 komentar:

Posting Komentar